KEMISKINAN DAN KESENJANGAN
1. Konsep dan pengertian kemiskinan
Ø Kemiskinan
Secara
etimologis, “kemiskinan” berasal dari
kata “miskin” yang artinya tidak
berharta benda dan serba kekurangan. Departemen Sosial dan Badan Pusat
Statistik mendefinisikan kemiskinan dari perspektif kebutuhan dasar. Kemiskinan
didefinisikan sebagai ketidak mampuan individu dalam memenuhi
kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak. Namun kemiskinan identik dengan
ketidakmampuan sekelompok masyarakat yang terhadap sistem yang diterapkan oleh
suatu pemerintah sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan
tereksploitas(kemiskinan struktural).
Ø Konsep kemiskinan
Konsep Kemiskinan merupakan masalah
sosial yang senantiasa hadir ditengah masyarakat. Kemiskinan sebagai fenomena
sosial yang telah lama ada, berkembang sejalan dengan peradaban manusia.
Masyarakat miskin pada umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas
aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga seringkali makin tertinggal jauh dari
masyarakat lain yang memiliki potensi tinggi. Substansi kemiskinan adalah
kondisi deprevasi tehadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar yang berupa
sandang, pangan, papan, dan pendidikan dasar (Sudibyo, 1995:11).
Konsep kemiskinan dibagi menjadi dua konsep yaitu
konsep absolut dan konsep relatif. Konsep absolut bertumpu pada tingkat/batas
kondisi ekonomi tertentu. Biasanya berpatokan pada angka misalnya penghasilan
minimal 1 juta/bulan. Jadi mereka yang berpenghasilan dibawah 1juta/bulan juga
dianggap tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar hidup minimal seperti pangan,
sandang dan papan.
Mereka disebut hidup dibawah garis kemiskinan. Konsep Kemiskinan relatif karena paling
banyak penderitanya. Dia tidak mewakili konsep kemiskinan absolut yang
didasarkan pada penilaian kondisi ekonomi namun berdasarkan ukuran relatif
terhadap suatu gaya hidup yang dibentuk sebagian masyarakat.Singkatnya
kemiskinan relatif secara mematikan menghinggapi mereka tak bisa memenuhi
ekonomi sesuai standar gaya hidup yang dipraktekan sekelompok orang.
2. Gris kemiskinan
Garis kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat
minimum pendapatan yang dianggap
perlu dipenuhi untuk memperoleh standar
hidup yang mencukupi di suatu negara. Dalam praktiknya,
pemahaman resmi atau umum masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan juga
definisi kemiskinan) lebih tinggi
di negara
maju daripada di negara
berkembang.
Hampir
setiap masyarakat memiliki rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Garis kemiskinan
berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur rakyat
miskin dan mempertimbangkan pembaharuan sosio-ekonomi, misalnya seperti program
peningkatan kesejahteraan dan asuransi pengangguran untuk
menanggulangi kemiskinan.
Contoh Garis Kemiskinan
Sumber: BPS (2016, diolah)
![]() |
![]() |
Rata-Rata Garis Kemiskinan Daerah
Sumber: BPS (2016, diolah)
3. Penyebab dan dampak kemiskinan
Ø Penyebab
1.
Tingkat
Pendidikan Yang Rendah : Factor
pendidikan merupakan kebutuhan pokok yang mana jika tidak terpenuhi akan
menjadi bom waktu yang
menyebabkan seseorang kurang mempunyai ketrampilan tertetu yang diperlukan
dalam kehidupannya yang berakibat pada keterbatasan kemampuan untuk memasuki
dunia kerja.
2.
Faktor Malas
bekerja : Hal ini merupakan penyakit yang sering
sekali menjangkiti seseorang untuk maju dan merubah nasibnya, banyak
beranggapan bahwa nasib dan takdir dalam kemiskinanadalah
sebuah jalan hidup sehingga menyebabkan seseorang acuh tak acuh dan tidak
bergairah untuk bekerja.
3.
Terbatasnya
Lapangan Kerja : Ketidakstabilan
ekonomi dan ketidakpastian arah politik dan kebijakan
sebuah Negaramaupun
wilayah akan langsung membawa konsekusensi keterbatasan lapangan kerja yang
berdampak langsung dalam mendorong terjadinya kemiskinan.
4.
Keterbatasan
Modal : Sebuah idiom klasik ketika memutuskan
untuk merubah taraf hidup untuk lebih baik, tidak memiiki modal dalam rangka
menerapkan ketrampilan yang dimiliki untuk menghasilkan sesuatu.
5.
Beban Keluarga : Merupakan permasalahan yang sangat serius
ketika banyaknya jumlah anggota keluargatidak
diimbangi dengan peningkatan pendapatan yang akan menimbulkan kemiskinan,
karena se-iring banyaknya anggota keluarga akan semakin meningkat tuntutan dan
beban hidup yang harus dipenuhi.
Ø Dampak Kemiskinan
Kemiskianan
memberikan dampak yang luas terhadap kehidupan, yang mana kemiskinan tak hanya
sebagai beban pribadi tetapi juga menjadi beban masyarakat, Negara dan
dunia utuk mengentaskannya. Kemiskinan yang mendera pada seseorang dapat
berdampak sangat serius terhadap kehidupan keluarganya, antara lain :
perkembangan kehidupan anak, penyakit social,
kerusahan, ketidakteraturan akan aturan tata tertib.
4. Pertumbuhan, kesenjangan dan kemiskinan
Ø Pertumbuhan
salah satu penyebab utama rendahnya kualitas
pertumbuhan adalah korupsi. Praktik-praktik korupsi di segala lini kehidupan
menyebabkan investasi terhambat. Pengusaha membutuhkan dana lebih besar untuk
menjalankan usahanya.Di masa Orde Baru yang kita yakini tingkat korupsinya
sangat parah, pengusaha masih bisa meraup laba karena persaingan dari luar
negeri dibatasi dengan berbagai bentuk perlindungan.Korupsi juga menyebabkan
kualitas infrastruktur rendah. Penggelembungan nilai proyek dan pemotongan
standar baku yang dipersyaratkan dalam kontrak membuat kualitas bangunan sangat
buruk sehingga cepat rusak.
Selanjutnya, pertumbuhan yang tidak
berkualitas akan membuat hampir separuh penduduk rentan terhadap gejolak
ekonomi. Sedikit saja harga-harga pangan naik membuat penduduk yang nyaris
miskin jadi benar-benar miskin, tak lagi mampu menopang kebutuhan hidup
minimumnya: 2.100 kalori per kapita sehari ditambah dengan pendidikan dasar dan
kesehatan dasar.Kalau sekadar mengurangi kemiskinan, pemerintah bisa saja
memberikan bantuan langsung tunai, pelayanan kesehatan, dan pendidikan dasar
gratis. Namun, mengisi kemerdekaan tak cukup sampai di situ. Yang harus
dilakukan adalah memerangi kemiskinan, membongkar akar-akar kemiskinan.
Ø Kesenjangan
Kesenjangan adalah adanya jarak yang
cukup jauh antara 2 karakter atau keberadaan oranng yang berbeda baik dari
sector ekonomi,social,dan lain sebagainya. Dari sisi ekonomi masyarakat,
terdapat kesenjangan yang mencolok antara yang kaya dengan yang miskin. Orang
kaya jumlahnya makin banyak dan kekayaannya makin banyak pula. Tak mau kalah,
jumlah orang miskin pun makin membengkak.
Dari sisi pendidikan pun terdapat
kesenjangan, baik antarsekolah, maupun antara prestasi individual dan kondisi
pendidikan secara umum. Lihat saja sekolah yang ambruk dengan sekolah yang
megah. Tentu di sekolah yang reot itu tidak tersedia perangkat pendidikan yang
memadai. Jangankan komputer, buku saja terbatas.
Ø Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana
terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian
, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan
oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap
pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang
memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya
melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya
dari sudut ilmiah yang telah mapan.
5. Beberapa indikator kesenjangan dan kemiskinan
Ø Indikator Kesenjangan
:
Ada
sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan
yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic
dominance. Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok
pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu :
a. The Generalized
Entropy(GE)
b. Ukuran Atkinson
c. Koefisien Gini.
Yang paling sering
dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0-1.
·
Bila
0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama daripendapatan.
·
Bila
1 : ketidak merataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan.
Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari Kurva
Lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh
kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketida
kmerataan distribusi pendapatan.
·
Ketimpangan
dikatakan sangat tinggi apabilai nilai koefisien gini berkisar antara 0,71-1,0.
·
Ketimpangan
dikatakan tinggi dengan nilai koefisien gini 0,5-0,7.
·
Ketimpangan
dikatakan sedang dengan nilai koefisien gini antara 0,36-0,49.
·
Ketimpangan
dikatakan rendah dengan nilai koefisien gini antara 0,2-0,35.
Selain alat ukur
diatas, cara pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh Bank
Dunia adalah dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan menjadi tiga grup :
1. 40% penduduk dengan pendapatan rendah,
2. 40% penduduk dengan pendapatan menengah,
3. 20% penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah
penduduk.
Selanjutnya,
ketidakmerataan pendapatan diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh
40% penduduk dengan pendapatan rendah.
Menurut kriteria Bank
Dunia, tingkat ketidakmerataan dalam distribusi yaitu :
·
Pendapatan
dinyatakan tinggi, apabila 40% penduduk dari kelompok berpendapatan rendah
menerima lebih kecil dari 12% dari jumlah pendapatan.
·
Tingkat
ketidakmerataan sedang, apabila kelompok tersebut menerima 12% sampai 17% dari
jumlah pendapatan.
·
Ketidak
merataan rendah, apabila kelompok tersebut menerima lebih besar dari 17% dari
jumlah pendapatan.
Ø Indikator Kemiskinan :
Karena
adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup batas garis kemiskinan yang
digunakan setiap negara berbeda-beda. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan
batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk
memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk
kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan
pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk
perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.
BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu :
a)
Pendekatan
kebutuhan dasar (basic needs approach)
Basic
Needs Appoarch merupakan pendekatan yang sering digunakan. Dalam metode BPS,
kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidak mampuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar.
b)
Pendekatan
Head Count Index
Head
Count Index merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut. Jumlah
penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah batas yang disebut
garis kemiskinan, yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum makanan
dan non makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen,
yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan non makanan
(nonfoodline).
Ide dasar dari perhitungan
koefisien ini berasal dari Kurva Lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni
mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut,
semakin besar tingkat ketida kmerataan distribusi pendapatan
6. Kemiskinan di Indonesia
Kemiskinan di Indonesia merupakan
masalah yang besar meskipun dalam beberapa tahun terakhir angka resmi
menunjukkan tren yang menurun sedikit demi sedikit. Dikarenakan daerah pedesaan
yang padat di Jawa, Bali, Lombok, dan sebagian Sumatera, kemiskinan dapat
diklasifikasikan ke dalam kemiskinan pedesaan dan perkotaan. Kemiskinan
perkotaan lazim tidak hanya di Jabodetabek,
tetapi juga di Medan dan Surabaya.
Sebagai
kepulauan yang luas, karakteristik dan implikasi kemiskinan sangat bervariasi
dari pulau ke pulau dan budaya ke budaya. Papua memiliki masalah
kemiskinan yang serius tersendiri karena isolasi ekonomi, budaya, bahasa dan
fisik yang membedakannya dari wilayah lain di Indonesia.
Kemiskinan harus
diakui memang terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia
sebagai negara bangsa, bahkan hampir seluruh energi dihabiskan hanya untuk
mengurus persoalan kemiskinan.Yang menjadi pertanyaan sekarang ini adalah,
mengapa masalah kemiskinan seakan tak pernah habis, sehingga di negara ini,
rasanya tidak ada persoalan yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan.
Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang
berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya
investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan,
kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus
perpindahan dari desa ke kota dengan tujuan memperbaiki kehidupan, dan yang
lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan,
sandang dan papan secara terbatas.
Kemiskinan menyebabkan masyarakat desa rela
mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup, kemiskinan menyebabkan banyak
orang melakukan prilaku menyimpang, harga diri diperjual belikan hanya untuk
mendapatkan makan kemiskinan juga dapat meningkatkan angka
kriminalitas, karna mereka akan rela melakukan apa saja untuk dapat
mempertahankan hidupnya, baik itu mencuri, membunuh, mencopet, bahkan jika ada
hal yang lebih keji dari itu ia akan tega dan berani melakukannya demi
hidupnya.
7. Faktor-faktor penyebab kemiskinan
a) Tingkat pendidikan yang rendah
b) Produktivitas tenaga kerja rendah
c) Tingkat upah yang rendah
d) Distribusi pendapatan yang tidak
seimbang
e) Kesempatan kerja yang sedikitKwalitas
sumber daya manusia masih rendah
f) Penggunaan teknologi masih kurang
g) Etos kerja dan motivasi pekerja yang
rendah
h) Kultur/budaya (tradisi)
i) Politik yang belum stabil
8. Kebijakan anti kemisikin
Ø Ada 3 (tiga) pilar utama strategi
pengurangan kemiskinan, yakni:
1) Pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan dan pro kemiskinan
2) Pemerintahan yang baik (good
governance)
3) Pembangunan social
Untuk mendukung strategi yang tepat dalam memerangi kemiskinan
diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau
tujuan perantaranya dapat dibagi menurut waktu, yaitu :
1)
Intervensi jangka pendek,
berupa :
·
Pembangunan/penguatan
sektor usaha Kerjsama regional
·
Manajemen pengeluaran pemerintah
(APBN) dan administrasi
·
Desentralisasi
·
Pendidikan dan kesehatan
·
Penyediaan air bersih dan
pembangunan perkotaan
·
Pembagian tanah pertanian
yang merat
2) Pembangunan sektor pertanian, usaha kecil, dan ekonomi pedesaan
3) Manajemen lingkungan dan SDA
4) Pembangunan transportasi, komunikasi, energi dan keuangan
5) Peningkatan keikutsertaan masyarakat sepenuhnya dalam pembangunan
6) Peningkatan proteksi sosial (termasuk pembangunan sistem jaminan sosial)
Salah satu contoh kebijakan
Anti Kemiskinan pemerintah:
PAKET
INSENTIF 1 OKTOBER 2005
Paket Insentif 1 Oktober 2005 merupakan bagian
integral dan implementasi serta tindak lanjut dari Paket Kebijakan 31 Agustus
2005 yang telah disampaikan oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Paket ini
juga didisain dalam kerangka reformasi ekonomi untuk memperkuat fondasi
perekonomian dan mempertahankan momentum percepatan laju pertumbuhan ekonomi
dengan meningkatkan daya saing dan menggairahkan investasi dalam rangka
penciptaan kesempatan kerja dan pengurangan kemiskinan.
Contoh kasus kemiskinan

KASUS
TASRIPIN CONTOH NYATA KEMISKINAN STRUKTURA
JUM’AT, 19 APRIL 2013 | 05:15 WIB
Tasripin bersama tiga adiknya menunggu
kedatangan ayahnya di Hotel Wisata Niaga Purwokerto (18/4). Saat ini rumah
Tasripin sedang direnovasi oleh TNI AD. Tempo/Aris Andrianto
TEMPO.CO , Jakarta: Purwokerto – Kejadian yang dialami oleh
Tasripin dinilai hanya merupakan puncak gunung es kemiskinan yang ada di
Banyumas. Tasripin merupakan korban kemiskinan struktural. “Masih banyak Tasripin
lain di Banyumas,” kata Sosiolog Unsoed, Sulyana Dadan, Kamis (18/4).
Ia mengatakan, fenomena Tasripin
berhasil diangkat oleh media massa sehingga menjadi perhatian publik. Tak kurang Presiden SBY ikut memantau kasus ini melalui jejaring
sosial Twitter. Tasripin, 12 tahun, dari Desa Gunung Lurah,
Kecamatan Cilongok, Banyumas, harus menghidupi ketiga adiknya. Ibunya sudah
meninggal dan ayahnya bekerja di Kalimantan.
Dadan
menambahkan, munculnya fenomena Tasripin merupakan bentuk keterlambatan
Pemerintah Banyumas dalam menangangi masalah ini. “Logika menunggu laporan dari
bawah ini sangat Orde Baru sekali, harusnya pemerintah cepat tanggap untuk segera
turun ke bawah,” katanya
Masih
menurut
Dadan, semangat solidaritas masyarakat masih tinggi dengan banyaknya
bantuan yang datang untuk Tasripin. “Dalam sudut pandang sosiologis,
ada dua macam solidaritas yang muncul, yakni solidaritas organik dan
solidaritas mekanik,” ujarnya. Ia mengatakan, dalam kajian sosiologis,
solidaritas mekanik mengacu pada masyarakat desa yang sebenarnya memiliki kesadaran yang
tinggi terhadap sesama. Dengan solidaritas itu, kata dia, Tasripin dan ketiga
adiknya akan tetap bisa hidup karena kesadaran kolektif masyarakat desa yang
tinggi.
Sementara
solidaritas organik, kata dia, muncul dalam masyarakat perkotaan. “Jika
Tasripin tinggal di kota, maka ia akan menjadi gelandangan,” kata dia
menambahkan.
Saat ini Tasripin dan ketiga adiknya menginap di hotel di
Purwokerto. Mereka menginap di hotel karena rumah mereka sedang direnovasi oleh
tentara. “Kuswito (Ayah Tasripin) baru sampai di Surabaya pada
pukul 01.00 dini hari, kemungkinan besok akan sampai di Purwokerto,” kata
Nasihati, 43 tahun, keluarga dekat Tasripin.
Tasripin
bersama adiknya mengaku betah senang tinggal di hotel karena kasurnya empuk.
“Tapi sudah pengin pulang ke rumah,” kata Tasripin.
Contoh kesenjangan
Rentetan
kasus penembakan di Papua tidak sepenuhnya kesalahan Polri semata. Sebab
konflik Papua semakin melebar akibat sikap pemerintah pusat dan pemerintah
daerah yang tidak tegas dan tidak serius dalam menuntaskan akar masalahnya.
“Akar masalahnya adalah kesenjangan
sosial, ekonomi, yang berimbas terhadap kecemburuan sosial,” ucap Ketua
Presidium Indonesian Police Watch (IPW), Neta S Pane kepada tribunnews.com, Selasa
(12/6/2012).
Jelas
Neta, faktor tersebut kemudian dipolitisasi orang-orang tertentu, termasuk
potensi-potensi asing yang hendak memecah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam situasi yang kian panas ini, Polri cenderung lengah.
“Intelijen
Polri di Papua tidak maksimal memetakan potensi dan ancaman gangguan Kamtibmas,
sehingga polisi tidak mampu melakukan deteksi dini dan antisipasi. Ketika
terjadi konflik atau penembakan, polisi pun tidak berdaya dan tidak siap
menghadapinya,” papar Neta.
Lanjut
Neta, ironisnya konflik dan teror penembakan terus terjadi serta terbiarkan.
Untuk itu Kapolri perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap para pimpinan di
Polda Papua untuk kemudian menempatkan kader-kader terbaik Polri di Papua.
“Sayangnya,
para perwira Polri yang ditempatkan di Papua selalu merasa dibuang, akibatnya
mereka cenderung prustrasi bertugas di daerah ini. Padahal dari orang-orang
yang merasa prustrasi, kita tidak dapat berharap banyak bahwa mereka akan
serius dalam menangani masalah yang ada, termasuk konflik dan terror
Referensi


Tidak ada komentar:
Posting Komentar